Senin, 21 April 2014

SENI BERPIDATO



Seri Pengetahuan Komunikasi
SENI BERPIDATO : Retorika
Oleh :Arsal Bam
PENDAHULUAN
Uraian tentang "Berbicara dihadapan umum" atau Seni berpidato yang dalam pengertian  lmiah biasanya disebut "Retorika" dapat ditinjau sesuai keperluan. Keperluan saat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pemimpin  atau Petugas Humas. Berbeda dengan cara yang lain, kita ingin menghubungkan Retorika dengan Penerangan dan Ilmu Komunikasi, karena hakekatnya Retorika adalah suatu "metode persuasi" dalam tehnik komunikasi atau tehnik penggunaan bahasa secara effektif dan pemilihan kata-kata yang berpengaruh dalam rangka usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat melalui kata-kata terucapkan yaitu dengan pidato atau berbicara dihadapan umum.
 RETORIKA
Pengertian Retorika
Perkataan Retorika berasal dari Yunani : retho, bahasa Inggrisnya orator, yang berarti orang yang mahir berbicara di hadapan umum. Pengertian retorika adalah seni berpidato atau kemahiran berbicara dihadapan umum (the art of speaking). Dalam pengertian tersebut termasuk kelancaran berbicara atau bercakap-cakap dalam arti luas, kemahiran menyatakan sesuatu (gagasan) dan kepandaian mempengaruhi orang lain atau orang
Arti retorika yang dijumpai sehari-hari aialah “ seni berpidato” hal ini dapat dijumpai dalam buku Kramers “ Engels Woordenblik” bahwa retorika adalah Redekunst atau Seni berpidato. Seni berpidato sebagai pengertian retorika adalah memperlihatkan pengertian umum.
Pada dasarnya retorika sebagai kemahiran atau seni, didalamnya terdapat suatu bakat. Namun dapat pula dipelajari seperti ilmu pengetahuan, asalkan disertai dengan latihan-latihan tehnis keterampilan atau pengalaman praktek. Perbedaannya ialah, bahwa bagi yang mempunyai bakat akan lebih cepat pandai, sedangkan bagi mereka yang tidak mempunyai bakat akan mempelajari lebih lama, disertai latihan praktek. Karena itu ada anggapan, bahwa retorika adalah merupakan artistic-science (llmu pengetahuan yang mengandung seni) atau Scientific Art (Seni yang ilmiah). Yang harus dilatih ialah segi kelancaran dan kejelasan pidato. Sarana atau media yang digunakan adalah forum pertemuan, seperti pertemuan kelompok, rapat-rapat, ceramah dan sebagainya. Hakekatnya retorika merupakan tehnik pemakaian bahas.a secara efektif, penggunaan kata- kata terpilih yang mempunyai daya pengaruh. Bagi kepentingan memberikan informasi,menjelaskan atau menerangkan. Retorika adalah kemahiran berbicara yang menghasilkan dukungan dan partisipasi.


RETORIKA DAN MEDIA KOMUNIKASI
Ada 3  jenis alat-alat Komunikasi dengan tiga macam golongan berdasarkan tiga kriteria  .Retorika dapat dimasukan kesetiap golongan dan senantiasa dapat memenuhi kriteria yang diperlukan untuk tiap-tiap golongan media.
 Pertama-tama,ia merupakan alat utama.Karena retorika adalah penggunaan bahasa untuk memindahkan pikiran dan perasaan.Sedang bahasa adalah alat  utama yang terdekat bagi manusia untuk keperluan tersebut.
 Kedua, Retorika merangsang sasaran,Destinasi atau audience komumikasi,melalui “ Indera pendengar “ apabila berarti “ seni berbicara “. Dengan demikian ia dapat digolongkan kepada “ Medium Ouditif “ Dalam arti luas meliputi juga “ Written Word “ maka memasuki kelompok “ Media Visual “. Sebagai konsekwensi dari pada pengelompokan yang kemudian ini Retorika dapat disalurkan kedalam bentuk media yang termasuk kelompok ke tiga dibawah ini . Ketiga,ialah pers,radio,film,dan televisi dapat juga dipergunakan untuk melaksanakan “ Retorika “ tersebut.
Demikianlah perbandingan pertama yang telah dicoba oleh penulis antara retorika dan media yang lain. Diperlihatkan dengan demikian kesanggupan “ Retorika “ untuk menghayati dirinya dalam berbagai bentuk yang terdapat disemua “mass media “ Komunikasi. Oleh karenanya ia mempunyai kemungkinan yang lebih besar dari pada “media” yang lain untuk meransang sipenerima. Dalam hubungan ini penulis akan mencoba membuat suatu perbandingan matematis dalam kesanggupan retorika berdasar pernyataan yang telah dikemukakan diatas, sebagai berikut
Rhetoric : spoken + Written
Spoken : Rhetoric – Written
Written : Rhetoric – Spoken
1.         R.S.R lebih besar dari S.
2.         R.W.R lebih besar dari pada W
Sekali lagi perlu dikemukakan,bahwa perbandingan tersebut memperlihatkan kemampuan retorika menghayati atau memanifestasikan dirinya kedalam bentuk-bentuk komunikasi dengan semua jenis media apapun juga. “ S “ dalam diagram diatas dapat berupa “ Pidato tatap muka “ atau “ Face “ to face communication “ juga dapat pula  “ pidato radio. Sedang “ W “ dapat semua komikasi yang “ Printed “, surat kabar,majalah dan lain sebaginya. Dengan uraian diatas dapat diperbuat sebuah lagi diagram matematis dari pada perbandingan sebagai berikut : Kalau “ S “ diubah dengan O ( ditif ), karena spoken word merangsang sasaran melewati “ indera pendengaran “ sedangkan “ W “ dirubah dengan “V” (visuil ), disebabkan kata –kata tertulis-lukis/ merangsang destinasi  “ indera penglihatan  “ maka  :
R = S + W
S = O
W = V
S = O + V, artinya retorika dapat diujutkan berupa “,alat “ Visuil,oditif, dan audio-visuil.
Perbandingan antara retorika dengan media lainnya  ialah tentang keampuhan dan kelemahan  Retorika berhadapan dengan keampuhan dan kelamahan media  yang lain. Kemapuhan retorika sebenarnya terletak pada keampuhan bahasa , karena ia adalah bahasa itu sendiri yang dipergunakan sebagai medium komunikasi  , demikian juga dengan kelemahannya  atau kekurangannya . Retorika juga dijumpai  pada bahasa .
Retorika secara face to face memiliki keunggulan  dengan alasan sebagai berikut :
A.        Kontak secara langsung antara komunikator dan komunikan
1       Komunikator dapat menyesuaikan situasi dan kondisi, baik yang bersifat fisis maupun psikis dari pada sasaran
2       Komunikan terpenuhi keinginan untuk melihat pembicara sekaligus mendengarkan pidatonya , dua buah stimuli lewat mata  dan telinga destinasi, secara serempak.
B.     Komunike pesan-pesan atau message dapat langsung  dari komunikator kepada komunikan , dengan distorsi yang sangat kecil . Bandingkan dengan media yang lainnya . Berbicara dengan telefon dinegeri kita , merupakan contoh yang ekstrim bagi masalah ini. Demikian juga dengan kawat.
C.     Kelincahan atau fleksebilitas  terhadap tanggapan atau respons  baik ia yang menyampaikan maupun ia yang menerima  mempunyai intensitas yang tinggi. Komunikator selekasnya dapat  menyempurnakan mesejnya  yang ternyata kurang jelas, keliru atau mendapat respons  yang tidak seperti diharapkan  dengan jalan misalnya dengan mengulangi , menegaskan dan sebagainya , atau menolakknya sekali, apabila hal demikian perlu diperbuat
D.    Kesatuan antara pribadi komunikator  dengan komunikannya menjadi satu unit utuh. Keuntungannya  ialah apabila otoritas  dari komunikator sudah demikian baikknya , berwibawa terhadap setiap audience, maka kewibawaan atau otoritas tersebut akan bersama-sama  komunikannya  merangsang destinasi secara lengkap.
E.     Alat-alat Bantu dapat diatur seperlunya untuk turut serta  membentuk kemegahan  dan kewibawaan  dari pada komunikasi  semacam ini , lambing-lambang kebesaran baik berupa benda atau sikapseremonial dapat diselenggarakan dengan baik sesuai dengan keperluan.
PENGGUNAAN RETORIKA DI INDONESIA
Dengan mengingat keadaan masyarakat di Indonesia sepanjang masa penjajahan , merupakan rakyat yang miskin secara total 2 setengah sen sehari. Buta huruf meraja lela, maka satu-satunya alat yang sanggup menggerakkan massa rakyat adalah hanya retorrika.
Penggunaan retorika lebih menonjol lagi semasa setelah Praklamasi Kemerdekaan sampai dewasa ini.
Dalam revolusi fisik, dalam tahap survival , dan dan dalam tahap pembangunan serta seterusnya hari ini.
Bereda dengan di Eropah dan Amerika Serikat yang dalam kenyataannya alat alat komunikasi moderen telah mampu dan banyak menguasai aktifitas komunikasi, penggunannya telah dengan efesiansi yang tinggi, retorika bersama-sama dengan drama dan seni berpidato dijadikan sebagai  jurusan atau fakultas dalam perguruan tinggi . Seorang Prof. Retorika pada Universitas Edinbright   telah menulis buku “ Lectures of retori” buku ini dipergunakan sebagai buku Standard oleh perguruan tinggi di Eropah , Inggeris, Canada dan Amerika Serkat .
UNSUR MANUSIA DALAM RETORIKA :
A.       Orator Sebagai Ahli Retorika
Membicarakan unsure manusia dalam retorika, pada azaasnya serupa dengan hal tersebut dalam komunikasi. Dalam Definisi komunikasi oleh H.D Laswell dinyatakan unsure manusia tersebut dalam dua jurusan. Jurusan pertama disebut olehnya dengan  Who Say What  berarti ia ynag menyampaikan  sesuatu pesan , lazim disebut komunikator,sdangkan yang jurusan lain adalah “ Dia “ yang menerima pesan Whom : yang menjadi sasaran , lazimnya disebut komunikan ,  Audience, Destinasi atau Objek .
Orator dan Audience dalam hubungan ini akan dibahas berdasarkan pada suatu pendirian , bahwa kedua-duanya merupakan unsur manusia dalam subjek ini .  Betapa petingnya unsure manusia baik sebagai subject pada masalah yang dibahas , maupun sebagai object, senatiasa merupakan factor penting .
Bukankah unsure manusia ini dimana pun ia ikut serta, selalu merupakan  fakta bersayap, misalnya “ Tennslotte beslist de mens” atau THE MAN BEHIND THE GUN  dan  lain sebagainya . Jelas bahwa setiap waktu dan ruang , manusia senatiasa merupakan factor yang penting.
 Sifat yang menonjol bagi para para orator kepemimpinan, dalam sifat ini sebagai pemeimpin inilah sebagai unsure manusia, dia yang memerikan pesan. Alasan ini adalah kenyataanya memperlihatkan kepada kita bahwa dalam segala zaman selalu pemimpin  memegang peranan-peranan penting menghasilkan gagasan besar bagi bangsanya dan untuk dunia pada umumnya. Karena sesungguhnya pemimpin-pemimpinlah yang bertidak sebagai orator merealisir kepemimpinannya ditemngah- tengah masa rakyat. Dari dia sebagai orator yang membuat rakyat mempounyai kesangguapan untuk berjuang, dan macam-macam lagi pengaruhnya . Contohnya, Rakyat Jerman dan Jepang  mengalami Tragedi akibat perang dunia kedua adalah disebabkan oleh orator mreka pada masa intu.
Demikian pula rakyat Indonesia dalam keadaannya sekarang adalah adalah sebagai produk dari pada gemblengan – gemblengan sejak sebelum kemerdekaan  sampai dewasa ini dan pemimpin-pemimpin lainnya.
Dengan demikian dua fungsii yang ada pada pemimpin yaitu sebagai Konseptor atau pemikir ( Idea ) juga sebagai pe3nggerak untuk melaksanakan idea tersebut.
Pendapat Hitler dapat disetujui para pakar dalam pengertiannya positif dan konstruktif- menggerakakan rakyat untuk tujuan-tujuan yang positif.Beberapa penulis telah mengemukakan pendapatnya tentang syarat-sayarat yang harus dimiliki oleh seoarang pemimpin , Ordweytead dalam bukunya The Art of Leadership, dikutip oleh Prof.Sarwono Prawiroardjo Kepemimpinan dalam pekerjaan, Majalah Administrasi Negara ( LAN ) Jakarta Hal.8 mengatakan sebagai berikut :
1.           Badan yang kuat yang penuh energi
2.           Suatu sensor of purpose and direction
3.           Antusiasme
4.           Ramah tamah
5.           Integrites vermogen tinggi
6.           Keunggualan dalam teknik pekerjaan
7.           Tegas dalam tindakan-tindakan
8.           Unggul dalam kecerdasan
9.           Memiliki kecakapan sebagai guru
10.       Mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri
Namun demikian banyakpula segi-segi yang dapat diterapkan sebagai sarat-sarat bagi seorang Orator sekaligus seorang pemimpin . Pendapat lain yang dikemukakan oleh Prof.DR.Rooeslan Abdulgani dalam majalah Administrasi Negara Lan   , berjudul kepemimp[oinan dalam dinas pemerintah, Hal.14 manyatakan :
Proses Komunikasi dan Proses Persuasi.
Proses komunikasi adalah berjalannya kegiatan komunikasi, dimana komunikator dan audience dihubungkan satu sarana lain oleh informasi atau berita ataupun message (isi pesan/anjuran) sesuai maksud komunikator. Atau berjalannya proses memberikan informasi/penerangan ataupun berbicara dihadapan umum (pidato).
Dalam proses komunikasi atau proses memberikan informasi atau menerangan itu terdapat beberapa unsur/komponen-komponen, yaitu:
a.         Komunikator  (orang yang menyampaikan pesan)
b.         Message (isi atau materi penerangan atau pesan)
c.         Audience (Sasaran, pendengar, komunikan )
  1. Media (sarana)  dalam bentuk  Radio, Televisi, Film, Surat Khabar, Pertujukan rakyat, Forum pertemuan dan lain lain.
e.         Effect (Dampak atau hasil yang diperkirakan atau yang diharapkan)
Penjelasan:
Komunikator (public speaker/pembicara) seharusnya berwibawa dan berbakat atau memenuhi persyaratan kredibilitas, sebab pengaruh komunikator bergantung pada sikap audience yang selalu menilai faktor kredibilitas komunikator, yaitu segi kepercayaan, keahlian dan kejujuran. Komunikator yang diakui kredibilitasnya dapat mempengaruhi perubahan opini.
Sedangkan tujuan komunikasi itu berdimensi dua, yaitu:
a.         Ingin mempengaruhi
b.         Memberi keterangan yang memuaskan,
Faktor Faktor Pendukung Kredibilitas
Faktor keahlian (expert), pengetahuan, inteligensia, penguasaan bahan informasi atau pandangan ilmiah
Faktor kejujuran (trust worthiness), penyataan yang benar (valid), informasi yang biasanya sesuai dengan rumusan penyataan terdahulu yang sudah diterima umum.
Faktor keahlian meliputi, umur, kepemimpinan dan latar belakang sosial/status sosial. Misalnya sebagai contoh : Umur komunikator kadang-kadang dianggap sebagai indikator penuh pengalaman. Begitu pula posisi leadership (kepemimpinan) dalam kelompok (opinion leaders) dianggap sebagai indikator kemampuan memperkirakan dampak sosial. Orang-orang dalam, biasanya dianggap lebih ahli dari pada orang-orang di luar lingkungan, walaupun banyak bicara. Status sosial yang tinggi dari komunikator, kata-katanya dapat menggerakkan nilai-nilai yang mampu mendorong pendapat menyetujui opini komunikator. Demikian juga hila ia orator atau seorang pembicara yang hebat akan mampu meningkatkan perhatian orang terhadap opini yang barn. Karena itulah kata-kata mutiara banyak dikutip orang.
Jadi, dalam tehnik komunikasi khususnya dengan retorika, biasanya suatu komunikasi dipandang effektif, selain message, juga faktor manusia atau faktor siapa (komunikator) yang menyarnpaikan dengan sikap yang menyakinkan audience. Disinilah letak peranan orator (ahli pidato).
Message
Komunikasi akan efektif apabila message (isi pesan/anjuran, isi pidato) menarik perhatian (attention): Dirumuskan dalam lambang/bahasa yang sederhana, sesuai pengalaman dan daya tangkap audience (audience oriented) Mencerminkan kepentingan bersama, baik kepentingan audience maupub kepentingan komuinikator (overlapping of interest).
Mengandung sasaran (sugesti) merupakan suatu alternatif dalam mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan audience.
Audience
Audience atau sasaran penerangan (dalam arti target group) terbagi dalam dua kelompok yaitu :
Sasaran pokok atau audience umum (publik ataupun massa). Biasanya diperkirakan separuh (50%) dari penduduk suatu daerah, karena 50% sisanya adalah audience anak-anak. Pada umumnya audience umum itu dijangkau dengan komunikasi melalui mass media atau komunikasi massa dalam rangka pembinaan opini publik, dimana audience umum merasa tertarik perhatiannya dan terkait kepentingan dan keinginannya oleh isi pesan
Sasaran antara adalah opinion leaders atau tokoh-tokoh terkemuka atau pemuka masyarakat yang mengambil perhatian besar serta menampung isi pesan. Terhadap mereka ini selanjutnya dijangkau dengan komunikasi langsung antar personal atau penerangan tatap muka (face to face communication) melalui forum pertemuan, dengan maksud agar sasaran antara ini dapat meneruskan isi pesan/anjuran tersebut kepada lingkungan masing-masing sebagai sasaran terakhir.
Komunikasi antar personal atau langsung (face to face) itu biasanya merupakan kunci membangkitkan audience untuk mengambil keputusan dan menerima isi pesanyang disusul dengan tindakan (partisipasi).
Selain itu keuntungan komunikasi langsung antar personal ini adalah dapat segera mengetahui dampak arus balik (feedback) dari audience.
Dalam analisa audience terutama harus diperhatikan pengalaman (field of experience), lingkup referensinya (frame of reference), pengaruh luar atas dirinya, sikap mengikuti opinion leaders atau pandangan pemimpin kelompoknya.
Media
Dalam praktek penggunaan media (sarana atau mass media) biasanya dilakukan secara kombinasi antara berbagai mass media yang tersedia, walaupun dalam petunjuk teoristis sering kali dinyatakan perlunya pilihan media berdasarkan keadaan sosial psichologis audience. Semua media masing-masing mempunyai keampuhan dan keterbatasan (karakte-ristik) atau watak atau kemampuan tehnik) seperti pers, radio, tv, film, pameran, penerbitan, forum pertemuan dan per- tunjukan rakyat. Untuk pidato atau berbicara dihadapan umum digunakan media/forum pertemuan.
Effect / Dampak
Efek, dampak atau hasil yang diperkirakan atau diharapkan dari penyampaian pesan/anjuran dapat diketahui dari tanggapan arus balik (feedback) dari audience. Bentuk feedback tersebut merupakan pendapat (opinion) atau sikap (attitude) bahkan sampai pada tindakan partisipasi (action behavior) sebagai cermin penerimaan atau penolakan terhadap isi pesan. Hasil tersebut akan terlihat dalam dua tahap yaitu:
Hasil tahap pertama bersifat kuantitatif yaitu jumlah audience yang terjangkau berarti message sudah sampai pada sasaran (arrived), namun belum menjadi penerimaan (accepted).
Hasil tahap kedua bersifat kualitatif yang biasanya pada tahap permulaan diperkirakan 20% dari jumlah audience yang terjangkau dan telah dapat menerima message (dalam artian accepted). Sisanya digarap dalam rangka follow up kegiatan usaha penerangan dan komunikasi. Disini termasuk peranan media pertemuan dengan retorika sebagai metode persuasi dalam tehnik komu nikasi. Bentuknya berupa penerangan dan komunikasi langsung an tar personal (face to face), baik yang langsung seperti anjang sana dan pertemuan kelompok (ceramah-ceramah dan sebagainya) maupun face to face yang tidak langsung seperti media pertunjukan rakyat.
Dalam rangka evaluasi keberhasilan biasanya terdapat indikator-indikator dalam bentuk gejala dalam masyarakat seperti rnisalnya :
Timbulnya lembaga-lembaga dalam masyarakat, dalam kaitan dengan message.
Adanya komunikasi antar personal (antar audience) yang memperbincangkan message yang kita lancarkan.
Adanya sikap positif sasaran antara serta dukungan dan bantuan kepada kita sebagai komunikator, khususnya dalam komunikasi bertahap.
Adanya partisipasi aktif dari audience Umum.
Evaluasi hasil komunikasi atau penyampaian pesan (message) biasanya terlihat dari hasil interprestasi data sebagai basil penelitian atau pengamatan, apakah hasil tersebut atau gambaran yang aada pada audience sesuai dengan harapan komunikator serta keseluruhannya memiliki image positif.
Proses persuasi (mengajak/mempengaruhi) terhadap audience disebut pula proses atau fase AIDDA (atention, interest, desire, decision dan action). Proses ini merupakan tahapan atau fase-fase dalam persuasi untuk pemecahan problema yang dihadapai audience. Pola penggambaran sistimatika at au urutan logis yaitu :
Pembukaan/pendahuluan, kemudian disusul dengan pesan
dan diakhiri dengan kesimpulan.
Sesuai dengan penjelasan terdahulu mengenai persyaratan message dan faktor audience, maka mengenai komunikasi yang efektif khususnya bagi pidato atau berbicara dihadapan umum ialah selain faktor message dan audience tersebut juga peranan dan kredibilitas komunikator akan ikut menentukan keberhasilan (lihat proses komunikasi).
II. PROSES PERSIAPAN DAN PENYUSUNAN NASKAH PIDATO
1. Tujuan dan Isi Pidato
 Tujuan berpidato atau berbicara dihadapan umum adalah terutama untuk mempengarnhi audience. Karena itu komunikator  harus selalu ingat dan berkonsentrasi pada tujuan tersebut. Disini retorika merupakan tehnik pemakaian bahasa secara efektif, yang berarti keterampilan atau kemahiran dalam memilih kata-kata atau istilah yang berpengaruh sesuai dengan situasi audience sangat diperlukan. Isi pokok dari pidato harus menarik perhatian. Suatu pidato yang menarik perhatian haus menyangkut masalah- masalah yang didambakan (atau yang menjadi kepentingan) audience.
Pemilihan tema dan judul seyogyanya melalui seleksi yang seksama disesuaikan kepada tujuan dan situasi kondisi audience atau permasalahan message dalam pola efektifitas komunikasi audience, berbahasa sederhana dan mengandung saran (sugestion) yang merupakan altematif. Selanjutnya pembicara harus pandai mengolah bahan-bahan dan. menyampaikannya dengan gaya dan cara yang memikat
2. Susunan Pidato
Susunan pidato atau sistematika pada umumnya terbagi dalam 3 bagian atau bab, yaitu :
a.         Pendahuluan atau exsodium (introduction)
b.         Isi Pokok (main idea)
c.         Kesimpulan (conclution) atau Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Pendahuluan atau exsordium (introduction) berisi :
1.         Uraian pendahuluan atau pengantar dengan maksud menimbulkan kemauan rnendengar pada audience (hadirin/pendengar) dan mernbangkitkan perhatian terhadap topik atau pokok gagasan yang ingin disampaikan. Uraian pendahuluan ini merupakan pembukaan dari interest vital, kepentingan bersama (audience dan kornunikator).
2.         Pokok-pokok masalah yang hendak disampaikan dalam urutan kerangka yang logis, merupakan ikhtisar singkat dari keseluruhan isi pidato.
Isi Pokok (main idea)
Dalam memilih isi pokok digunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.         Isi pokok harus jelas menunjang maksud yang telah ditentukan.
2.         Isi pokok harus selaras dengan sifat pidato (informasi edukasi atau hiburan).
3.         Isi pokok harus menarik perhatian (attention), mampu menggerakkan perbuatan audience sesuai keinginan Pembicara (komunikator) dan menyentuh kepentingan pribadi (personal needs) audience.
Sebaiknya jangan terlalu banyak mengemukakan idea (gagasan-gagasan), sebab terlalu banyak gagasan akan dapat membingungkan audience.
Kesimpulan (conclucion)
Kesimpulan atau Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Setelah dirasa cukup memberikan uraian penjelasan, maka hendaknya pada penutup pidato diberikan kesimpulan (conclucion) dengan maksud untuk memudahkan daya ingat audience. Perlu diperhatikan, bahwa sebagai kesimpulan hendaknya singkat, sederhana dan merupakan kebulatan. Wujud dari kesimpulan dapat berupa inti sari dari pacta keseluruhan uraian dan atau berupa saran-saran, sesuai tujuan pidato yang ingin mempengaruhi audience agar bersikap dan melaksanakan tindakan sesuai pesan/anjuran pembicara (komunikator). Dengan demikian maka kesimpulan merupa kan ajakan yang merangsang (persuasi sesuai motivasi).
Dalam uraian isi pokok pembicara seharusnya sudah siap dengan pembuktian atau argumentasi (alasan-alasan) kuat. Argumentasi ini ada yang bersifat memperkuat pendirian pembicara, ada pula yang bersifat melemahkan pendapat atau pemikiran hadirin. Penjelasan isi pokok harus sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.         Pengulangan seringkali diperlukan untuk kejelasan.
2.         Mengemukakan contoh-contoh kongkrit dan perbandingan-perbandingan    (ilustrasi).
3.         Dengan memperhatikan data statistik.
4.         Dengan memperlihatkan pembuktian atau kesaksian yang meyakinkan.
Hal lain yang perlu  menjadi perhatian didalam kita berpidato atau berbicara didepan umum  adalah sebagaimana uraian dibawah ini. Saat berbicara di depan umum, seorang pembicara perlu juga menguasai hal/teknik komunikasi agar apa yang ingin disampaikan dapat berhasil  dengan baik. Beberapa hal tersebut adalah:
Personal Image
Personal image adalah citra diri yang terbentuk saat Anda berdiri di atas mimbar. Pada saat Anda mulai mengangkat suara, saat itulah pendengar mulai membentuk gambaran tentang siapa dan bagaimana diri Anda, seberapa mereka senang dengan Anda ataupun materi yang Anda sampaikan.

Bahasa Tubuh:
Postur Tubuh
Saat berdiri di mimbar pastikan bahwa:

  1. Anda bersemangat dan penuh vitalitas
  2. Anda berada pada posisi yang seimbang
  3. Berdiri tegak, jangan membungkuk
4.      Meletakkan catatan pada tempat yang gampang dibaca.
5.      Hindari:
·         Membebani tubuh Anda hanya pada satu sisi / berat sebelah.
·         Tersembunyi di belakang mimbar
·          Memegang pinggiran mimbar terlalu kuat

Gerak-gerik
Hindarilah gerak-gerik yang akan memecah konsentrasi pendengar seperti:
·         Memasukkan tangan ke dalam saku celana
·         Memakai sapu tangan untuk menyeka belakang Anda
·         Berpangku tangan
·         Meremas-remas tangan dengan gugup
·         Memainkan kunci atau uang logam di dalam kantong celana
·         Terus menyeka rambut dari mata, atau terus membetulkan posisi kacamata
Kontak Mata
Kontak mata adalah alat untuk "menjalin" hubungan komunikasi dengan pendengar. Kontak mata juga salah satu faktor penentu apakah Anda adalah seorang pembicara yang tulus, disamping dipakai sebagai indikator tingkat kepercayaan diri Anda.
  1. Pandanglah mata pendengar / jemaat secara alamiah dan bergantian, dan mereka akan merasa diperhatikan oleh pembicara.
  2. Pandanglah pendengar secara personal, bukan diborong sekaligus secara keseluruhan.
  3. Hindari memandang atas kepala pendengar, dan
  4. Jangan terpaku pada catatan khotbah.
Suara
Suara adalah media penting dalam penyampaian pidato. Anda bisa dimengerti oleh peserta sangat tergantung kepada sejauh mana kemampuan Anda memverbalisasikan apa yang ingin anda sampaikan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk tujuan di atas adalah:
Volume
Volume suara harus cukup keras sehingga jemaat bisa mendengarnya dengan baik meskipun mereka duduk jauh di belakang, tetapi jangan terlalu keras sehingga sangat mengganggu mereka yang duduk di depan. Mixer dan sound system yang baik bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mengatur semuanya itu.

Tekanan Suara
Untuk menghindari suara yang monoton pembicara perlu memodulasi atau menaik-turunkan tekanan suara pada kata-kata penting tertentu supaya lebih menarik.

Cepat lambatnya penyampaian
Berapa cepat/lambatkah kita harus berbicara di depan umum? Jawaban yang terbaik adalah tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat.
Kecepatan rata-rata dalam pembicaraan sehari-hari adalah ± 150 kata/menit. Serang pembawa acara perlombaan kuda berbicara antara 170 - 220 kata / menit.
Tata Bahasa
Menggunakan tata bahasa yang benar adalah jalan kepada keberhasilan atas apa yang anda sampaikan dalam khotbah. Jangan membiasakan diri dengan menggunakan kalimat "double-negative" seperti; "kami tidak pernah tidak mau ikut dalam acara ini,"

Kata-kata Pengisi
Hindarilah pengulangan kata "Amin?", "OK?" ataupun menanyakan pertanyaan "” saudara ingin bahagia?" (ini adalah pertanyaan yang kurang bermutu karena pasti semua orang ingin berbahagia) dan usahakan untuk tidak memakai kata pengisi seperti "Err," "Uhm," "Eh."


Persiapan Pidato
Persiapan pidato merupakan suatu proses yang terbagi dalam 5 tahap yaitu :
1.         Tahap invention (penemuan dan pengumpulan bahan)
2.         Tahap designing (penyusunan bahan/naskah)
3.         Style (gaya/oral style)
4.         Memori (menghapal)
5.         Deliveriy (presentation, prestasi penyaji).
1)        Invention (penemuan dan pengumpulan bahan) atau inventio.
Tahap ini merupakan tahap pemikiran dan penelitian/penyelidikan,pemikiran tentang apa yang akan dibicarakan atau yang akan dijadikan topic (pokok masalah) beserta bahan-bahan yang relevan. Segala yang diperlukan dicari misalnya dari dokumetasi, perpustakaan dan cattan-catatan lainnya. Hal tersebut dimaksudkan, agar tergambar dengan jelas dalam imaginasi tentang apa yang akan di- kemukakan itu. Dalam imaginasi atau renungan persiapan pidato, maka pengalaman atau hal-hal yang tersimpan dalam alam bawah sadar akan muncul. Semua itu akan menjadi catatan dalam fase persiapan ini
2)        Designing (penyusunan bahan) atau disposition.
Tahap ini merupakan tahap penyusunan bahan secara sistematis, disusun menurut urutan yang logis (lihat penjelasan tentang sistematika). Dengan designing atau disposition tersebut komunikator telah mendapatkan suatu kerangka pidato, suatu sistematika yang terdiri atas Pendahuluan (Introduction, exordium), isi (main idea) beserta penjelasan dan argumentasi, dan kesimpulan (conclucion).
3)        Style (oral style atau gaya pidato) atau Elucatio.
Tahap ini merupakan tahap pengalihan gaya tulisan dari catatan tersebut kedalam gaya pidato (oral style) sehingga akan teras a lebih hidup dan menarik sesuai dengan daya tangkap audience, dalam arti kalimat- kalimatnya terangkat dan ulasannya baik. Jika telah selesai sebaiknya dibaca sekali lagi. Dengan demikian suatu naskah pidato (teks) telah siap.
4)        Memory atau memoria (mengingat-ingat/menghapal) Tahap ini merupakan tahap menghafalkan hal-hal penting daTi suatu pidato, hafal pokok-pokok (pointers) danmemasukkannya ke dalam ingatan. Bila perlu dibantu dengan catatan kecil. Bila mungkin termasuk misalnya kata-kata mutiara dan sebagainya
5)        Delivery atau Presentation atau Pronunciatio (mengungkapkan pidato)
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses persiapan. Dalam tahap ini dipelajari cara menyajikan atau cara mengungkapkan kata-kata, dimana harusberhenti, dimana harus diberi tekanan suara, bila mungkin dengan humor, dalam usaha menekankan persoalan sehingga cukup suggestif. Sebenarnya semakin biasa orang berpidato akan semakin mendapat kemajuan dan pengalaman. Bagi yang telah berpengalaman biasanya sudah tidak lagi memerlukan naskah (terkecuali bagi pidato-pidato resmi yang memerlukan pembacaan seluruh naskah) atau sekedar pokok-pokoknya.
Bagi yang belum berpengalaman diperlukan latihan- latihan (praktikum) dalam penyajian atau membawakan pidato atau presentasi.
Tehnik dan Metode Penyajian (delivery! presentation)
Dalam penyajian atau membawakan pidato ada 4 metoda presentasi atau cara penyajian, yaitu :
 Metoda impromptu atau cara mendadak, tanpa persiapan, ialah suatu cara penyajian yang disesuaikan dengan inspirasi yang timbul seketika itu (the inspiration of the moment). Sebenarnya cara ini cukup sulit, karena sulitnya memperoleh inspirasi seketika itu, namun pengalaman berpidato akan memudahkan untuk berpidato dengan cara improptu atau mendadak tanpa persiapan sebelumnya.
Metoda mencatat secara temporanotis atau cara catatan kecil, ialah cara garis besar dalam catatan kecil (misalnya dalam kertas sebesar kartu nama) dan menghafalkan pokok-pokok susunan dan isi pidato.
Metoda manuscript atau cara menulis naskah lengkap, ialah cara dengan menulis naskah (teks) lebih dulu secara lengkap dan kemudian membacanya dalam arti berbicara, dengan gaya pidato dan sebentar-sebentar melihat audience (hadirin). Cara ini sekarang banyak dipakai karena terasa lebih pasti, khususnya bagi pidato resmi oleh negarawan, ilmiawan, dan sebagainya.
Metoda memory atau cara menghafal garis besar, tanpa bantuan catatan kecil. Biasanya cara ini sudah melalui persiapan yang cukup. Walaupun demikian cara ini cukup berbahaya, apabila tiba-tiba lupa apa yang telah dihafal dan pidato akan terhenti, sehingga memberikan kesan yang kurang baik pacta audience.
Dalam praktek umumnya digunakan secara kombinasi antara metoda memory dengan metoda impromptu dan temporanous.
Hal-hal yang perlu diperhatikan : Adanya motto dalam bahasa latin, yaitu : "Quiascendit sine labore Decendit sine honore" (Barang siapa naik mimbar tanpa persiapan, akan turun tanpa kehormatan).
Dalam penampilan membawakan pidato (presentation) gaya pidato sebaiknya memakai gayanya sendiri (bukan meniru) yang dikembangkan dengan variasi seperti illustrasi, gesture (gerakan tangan seperlunya) dan hila mungkin disertai humor.
Public Speaking adalah merupakan komunikasi yang bertujuan mempengarnhi audience. Sebab itu harns ada konsentrasi pada tujuan tersebut.
Public Speaking harus hidup dan menarik isinya harus terasa vital oleh audience. Pasti akan menarik, apabila isinya menampung keinginan & kepentingan audience yang diolah dan dibumbui dan kemudian diungkapkan kembali dengan disertai pesan/anjuran yang suggestif. dan merupakan altematif, dengan pilihan kata-kata yang berpengamh.
Public Speakers harus sungguh sungguh memperhatikan penampilan, bersikap sopan dan memberikan kesan simpatik dan selalu memperhatikan situasi kondisi audience serta keadaan auditorium.
PELAKSANAAN PIDATO:
3.1 Struktur Pidato
Secara sederhana struktur pidato dapat dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu: pembukaan, isi, dan penutup. Adapun hal-hal yang mungkin terdapat'dalam tiap-tiap bagian itu (tidak harus semua, boleh juga hanya satu) adalah seperti di bawah ini :
Pembukaan
1. Perkenalan dari pembicara.
2. Gambaran umum mengenai isi pidato.
3. Humor sebagai penyegar
4. Penyiapan pikiran pendengar terhadap isi pidato.
5. Ilustrasi yang relevan dengan isi pidato.
6. dll.
Isi Atau Uraian
1. Penjelasan-penjelasan
2. Alasan-alasan.
3. Bukti-bukti yang mendukung.
4. Ilustrasi-ilustrasi.
5. Contoh-contoh.
6. Angka-angka.
7. Perbandingan-perbandingan.
8. Kontras-kontras.
9. Diagram-diagram.
10. Bagan-bagan .
11. Histogram-histogram.
12. Model-model.
13. Humor yang relevan.
14. dIl.
Penutup
1. Kesimpulan dari isi pidato.
2. Ajakan.
3. Ramalan masa depan yang berhubungan dengan 1si pidato.
4. dll.
Waktu yang dipergunakan untuk menyampaikan pembukaan, Isi atau uraian, dan penutup pidato tidak sama. Perbandingannya adalah seperti di bawah ini :
Untuk pidato singkat, yaitu pidato yg hanya memerlukan waktu lima manit, perbandingan waktunya adalah sebagai berikut:
Pembukaan             : 1 menit
Isi                          : 3 menit dan
Penutup                 : 1 menit
Untuk pidato yang panjang. pembuka an disarankan tidak melebihi sepersepuluh dari seluruh pidato.kemudian isi atau uraiannya sekitar delapan persepuluh, dan penutupnya sepersepuluh atau lebih singkat lagi, jadi perbandingan waktu tidak mutlak tergantung pada situasi kondisi,dominasi dan toleransi).
Pembukaan Pidato.
Membuka pidato memainkan peranan yang amat penting, karena kesan pertama bagi para pendengar adalah terletak pada cara pembicara membuka pidato. Kalau kesan pertama baik, maka pendengar akan menaruh simpati pada si pembicara. Hal Ini merupakan modal utama untuk mencapai keberhasilan pidato. Sebaliknya apabila kesan pertama sudah tidak baik, maka perhatian pendengar sulit dikendalikan, karena itu kita harus berhati-hati dalam membuka pidato.


Untuk membuka pidato pembicara dapat memilih berbagai cara yang ada. Beberapa cara di antaranya ditampilkan di bawah ini.
1. Membuka Pidato dengan Humor  
    Gara membuka pidato dengan humor ini sangat segar, dan segera langsung dapat membuat pendengar menjadi simpati kepada pembicara. Hal ini sangat membantu pembicara dalam melaksanakan seni membujuk. Namun perlu ditambahkan bahwa membuka pidato dengan humor ini tidak mudah. Pembicara harus berpengalaman. Artinya, apabila pembicara memilih humor sebagal pembuka pidato la harus benar-benar yakin bahwa humornya pasti mengena dan diterima sebagai sesuatu yang merangsang tawa pendengar. Dengan kata lain humor yang di lemparkan harus kana dan menghasilkan tawa bagi para pendengarnya. Jika humornya tidak mengena atau gagal, maka "kiamatlah" sudah, dan gagallah semuanya. Kalau dalam membuka sudah kalah dengan pendengar, apalagi dalam mengemukakan Isi pidato. Karena itu hati-hatilah kalau membuka pidato dengan menggunakan humor.
2. Membuka pidato setengah humor setengah serius.
    Membuka pidato dengan cara inl juga tidak mudah. Pembicara juga perlu modal pengalaman, karena bila gagal resikonya sama dengan membuka pidato memakai humor diatas. Bila humornya tidak mengena dihati para pendengar, ia sudah setengah gagal.
3. Membuka pidato dengan memperkenalkan diri
    Membuka pidato dengan cara ini mudah sekali. Pembicara hanya menyebutkan nama dirinya. dan sahagian riwayat hidupnya terutama yang ada hubungannya dengan jabatannya sekarang. Selain itu 1a juga mengemukakan tugas yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan pidato yang akan disampaikan.
    Misalnya, seorang pembicara berpidato dihadapan peternak untuk memberitahukan penyakit ternak yang akan dlberantas oleh pemerintah. Dalam hubungan ini pembicara dapat membuka pidatonya dengan memperkenalkan nama dirinya. jabatan-jabatan yang pernah dipangkunya, dan sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Tingkat II misalnya. dan tujuannya datang ke tempat pertemuan ini ialah akan menjelaskan hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan penyakit kuku dan mulut padaternak terutama cara pemberantasnya.
4. Membuka pidato dengan memberikan pendahuluan secara umum
    Membuka piato dengan cara ini adalah yang paling lazim dilakukan oleb orang-orang yang berpidato cara ini memang tidak Sulit. Lagi pula pendahuluan secara umum ini dapat menyiapkan pikiran pendengar untuk menerima Isi pidato yang sesungguhnya.
    Misalnya. membuka pidato dalam rangka kampanye pemberantasan buta huruf. Pembicara memberikan pendahuluan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan baik didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Jadi belajar itu tidak harus disekolah, melainkan juga dapat dilakukan di rumah atau dimana saja dan belajar itu bukan hanya diberlakukan bagi anak anak melainkan dapat juga dilakukan oleh orang tua. Dengan demikian tidak ada istilah terlambat dalam belajar.
     Setelah pembicara melakukan pembukaan sacara umum, barulah menyangkut isinya, misalnya mengenai teknik pelaksanaan kelompok belajar yang dilaksanakan oleh orang-orang tua di desa.
5. Membuka pidato dengan memberikan ilustrasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi acara
   Dalam kampanye keluarga berencana misalnya, pembicara membuka pidato dengan memberikan ilustrasi seperti dibawah ini :
    Ketika saya menuju ke tempat pertemuan Ini, dijalan Brawijaya, saya dibuat kaget oleh sorak-sorak kecil dari anak-anak kecil sebanyak 6 orang yang menyeberang jalan dengan tiba tiba, persis didepan saya, skuter yang saya kendarai saya rem mendadak, roda bersuit, kendaraan oleng dan saya hamper jatuh. Rupanya anak kecil tersebut berjalan-jalan dikota dengan ibu mereka, tetapi karena anak-anaknya banyak sampai enam orang, maka si ibu terlalu repot sehingga tidak dapat menguasai anak-anaknya, apalagi ditempat yang ramai
    Ilustrasi tersebut menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan acara. yaitu kampanye Keluarga Berencana. Agaknya sudah nyata bahwa anak yang terlalu banyak sangat merepotkan. dan membahayakan jiwa anak itu sendiri.

6.  Membuka pidato dengan menyebutkan Fakta dari hadirin
   Membuka pidato dengan cara ini juga tidak sulit, bahkan juga mempunyai keuntungan sampingan, yaitu secara langsung dapat menarik simpati para pendengar.
    Misalnya, Pidato Pejabat Pemerintah dalam upacara peresmian gedung Hasil pembangunan. Pembicara membuka pidato dengan menyebutkan betapa cerahnya wajah-wajah hadirin, yang sorot matanya mencerminkan kebahagiaan lahir batin, pakaiannya bersih, rapi dan bagus. Warna pakaiannya menyala, menggambarkan semangat pemakainya juga menyala-nyala penuh gairah membangun. Pembicara juga menyebutkan bahwa sikap hadirin sangat sopan, dan pandangan matanya mencerminkan tingginya pengertian dan kesadaran untuk memelihara hasil-hasil pembangunan.
   Beberapa bulan yang lalu di sekolah tempat anak-anak kita di didik ada satu peristiwa yang sungguh bisa menggoncangkan kalangan pendidikan di daerah kita ini. Sekolah ini yang semula dianggap mantap dalam melaksanakan 5K, yaitu : ketertiban , keamanan, kebersihan, keindahan, dan kekeluargaan; ternyata salah' satu dari 5 K, yaitu keamanan dapat dijebol oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab. Sebuah sepeda motor yang masih ba'ru milik keluarga besar sekolah ini hilangdari tempat parkir dan sampai sekarang belum dapat ditemukan. Setelah kita teliti, ternyata prasarana keamanan di lingkungan sekolah ini memang cukup rapuh, terutama gerbang di depan belum ada pintunya hingga pihak luar yang tidakberkepentingan dengan pendi- dikan bisa leluasa keluar masuk. Karena itu senyampang kita bertemu dalam kesempatan yang baik ini marilah kita pikirkan bersama……..”
7. Membuka pidato dengan menyebutkan contoh nyata.
    Membuka pidato dengan menyebutkan contoh nyata yang ada hubungannya dengan isi pidato tidak suilt, asalkan pembicara tahu persis peristiwanya Lagi pula membuka pidato dengan mengemukakan kisah nyata ini secara langsung dapat menarik perhatian pendengar, karena biasanya orang tertarik pada kisah, ceritera, peristiwa dramatis dan sebagainya.
     misalnya, dalam suatu pertemuan pengurus BP3 (Badan Pembantu Pelaksanaan Pendidikan) dengan para orang tua murid dalam rangka pencarian dana. Dalam pidato Pembukaan pembicara mengemukakan peristiwa yang benar-benar terjadi, seperti di 'bawah Ini.
ISI PIDATO
Isi pidato merupakan uraian mengenai pokok persoalan yang telah dipilih oleh pembicara. Pokok persoalan ini dipilih untuk mencapai tujuan, terutama tujuan khusus pidato. Karena itu, dalam menguraikan pokok persoalan juga diwarnaii oleh yang dipilih oleh pembicara.namun apapun tujuannya,dan apapun pendekatannya yang dipilih , uaraian dalam pidato ini harus jelas.. Dalam wujudnya yang nyata uraian ini berupa penjelasan-penjelasan yang dikuatkan oleh fakta, alasan, contoh, dan perbandingan. Selain itu untuk lebih memperjelas uraian saring pula disertakan diagram, bagan, histogram dan lain-lain yang sudah di siapkan sebelumnya.
Jlka pembicara menggunakan metoda naskah, atau metoda menghafal, maka cara membaca ataumenyuarakan hafalannya harus memperhatikan tekanan, Nada, tempo, dan jeda dengan baik. Tekanan itu berurusan dengan keras atau lemahnya suatu kata diucapkan, Nada 'memperhatikan tinggi ren dahnya, tempo memp.ersoalkan cepat lambatnya, dan jeda menentukan tempat-tem- pat berhentinya kelompok-kelompok kata atau frase. Semuanya itu dilakukan untuk menambah kejelasan uraian dan untuk men jaga agar pendengar tidak lekas bosan.lngat suara yang rata tanpa variasi dapat segera' membosankan pendengar.
Jika pembicara. memilih metoda penjabaran kerangka, maka selain syarat-syarat diatas, pembicara perlu juga memperhatikan reaksi-reaksidaripara pendengar. Bila pendengar mulai mengantuk, misalnya pembicara dapat menyelipkan humor disana sini. Bila pendengar kelihatan kurang tertarik pembicara harus menghubungkan dengan hal yang bisa menarik perhatian pendengar. Demikian pula bila pendengar kelihatan tertarik, pembicara dapat memperpanjang waktu pidatonya.
Ada kemungkinan pembicara mengingat-ingat atau menghafalkan butir-butir utama dalam kerangka, dan bahkan juga bu tir-butir pendukungnya. Jika butir-butir uta ma dan butir-butir pendukungnya ini sudah dapat dingat dengan baik, maka tanpa ca tatan sedikit pun pembicara sudah dapat berpidato dengan lancar. Apalagi jika sebelumnya pembicara sudah berlatih dengan tekun, maka berpidato bukan sesuatu yang menakutkan. Bahkan sebaliknya, berpidato merupakan kegiatan yang menyenangkan. Pembicara dapat mendikte pendengar untuk tersenyum, tertawa, marah"gembira, sedih, membenci, mencintai dan sebagainya, sesuai dengan'selera pembicara. Itulah sebabnya ada orang yang "ketagian" berpidato. Dia selalu mencari kesempatan untuk tampil berpidato di hadapan orang banyak, karena dengan cara begitu ia akan memperoleh kepuasan. Itulah "Seni membujuk”
Perlu disadari oleh pembicara bahwa cara menguraikan isi pidato tidak sama. isi sebuah pidato dapat dikemukakan melalui berbagai pendekatan tergantung pada pendengarnya. Tentu saja tidak semua pendengar diteliti satu persatu untuk menentukan pendekatan, melainkan hanya akan mengambil sejumlah pendengar yang menjadi golongan terbesar. Jadi pendengar pada umumnya.
Ada tiga pendekatan dalam menyam- palkan Isi pidato. yaitu: pendekatan Intelek tual, pendekatan moral, dan pendekatan emoslonal.
1.   Pendekatan Intelektual.
    Pendekatan ini dipakai apabila orang-orang yang pendidikannya relatif tinggi., Dalam menghadapi orang-orang terpelajar ini pembicara tidak boleh asal bicara, melainkan harus berbicara dengan mengutamakan penalaran. Setiap pernyataan yang dikemukakan sedapat- dapatnya disertai alasan atau bukti yang kuat, karena para pendengar memang sudah terbiasa berpikir logis.
    Misalnya, seorang pembicara ingin mengemukakan "Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup. Apabila ia menggunakan pendekatan intelektual, maka salah satu uraian nya dapat dikemukakan seperti di bawah ini.
   "Salah satu fungsi hutan dapat kite lihat pada waktu turun hujan. Daun-daun melindungi bunga tanah.. Permukaan untuk menampung air hujan diperluas ribuan kali berkat banyaknya dedaunan yang menanggung "beban"itu. Penyerapan air oleh tanah berlangsung lancar, karena air tak 'tumpah sekaligus. Selain ltu tanah lebih dapat mempertahankan kelembabannya, karena pohon- pabon menaungi permukaan tanah dari sengatan sinar matahari. Untuk tumbuh sempurna, pohon membutuhkan air. Air hujan yang terperangkap dipohon pun bermanfaat, karena akan menguap dan perlahan-Iahan naik membentuk awan, dan suatu ketika akan turun 1agi sebagai hujan'-
    Sebaliknya bilahujan tercurah di tanah gundul, misalnya di areal hutan yang telah ditebang, tanah akan segara jenuh. Kemampuan tanah untuk menyerap air tak lagi sebanding dengan banyaknya air hujan yang tercurah. Air tergenang, dan tanah ikut hanyut kesungai. Sanggupkan sungai
    menampung air yang dulu tertampung daun -daun pohon? Sering tidak mampu, karena memang air tercurah sekaligus tidak ada yang menghambat. Akibat meluapnya sungai sudah dapat kita duga, yaitu banjir bandang yang mungkin sangat mengerikan. Dalam waktu yang tidak lama air hujan se luruhnya akan hanyut ke laut. Tak adalagi pohon dengan daun-daunnya menangkap air. Tak terjadi penguapan, awan tak terbentuk dan hujan tak turun lagi. Kalau hal 1ni dibiarkan terus, apa yang terjadi? Gurunyang besar dan sangat gersang. Bencana ini mulai mengancam, gara-gara hutan ditebang tanpa perhitungan. Cukup tragisi memang. Tetapi inilah masalah yang kit a hadapi, suatu kenyataan yang sedang terjadi dihadapan kita "
2. Pendekatan Moral.
    Pendekatan yang sifatnya moral ini di pergunakan apabila para pendengar umumnya orang-orang yang aktif dalam bidang moral. Misalnya di lingkungan keagamaan, kemanusiaan, dan lingkungan kemanusiaan yang lain. Sebagai contoh, seperti topik tersebut di atas, yaitu pembicara ingin mengemukakan masalah "Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup". Apabila ia menggunakan pendekatan moral keagamaan, maka salah satu uraiannya dapat dikemukakan seperti di bawah ini. . "Tuhan menciptakan alam termasuk bumi dan isinya sangat indah, Memang Tuhan senang keindahan. Dan manusia diwa jibkan oleh Tuhan menjaga keindahan bumi 'kita ini. Dengan kata lain, manusia tidakboleh membuat kerusakan-kerusakan yang . mengakibatkan bumi tidak indah lagi. Menebangi hutan semaunya juga termasuk . pengrusakan. Kalau hal itu dilakukan oleh manusia, maka Tuhan akan murka dan Tuhan akan menghukum manusia dengan cara mendatangkan. banjir. Jadi, banjir itu dapat diartikan sebagai hukuman bagi- orang-orang yang merusak hutan. Karena itu……..”
3. Pendekatan Emosional.
    Apabila Sasaran / audien pendidikan tidak tinggi, maka sebaliknya pembicara mempergunakan pendekatan emosional. Pendekatan ini sudah terbukti paling efisien untuk mengambil simpati pendengar yang ti dak intelek. Caranya pembicara lebih dahulu mengajak para hadirin untuk bersahabat.Setelah berhasil diajak bersahabat, baru ke mudian ditanamkan atau disampalkan informasi, gagasan, pendapat, kehendak dan alin lain
     misalnya topik tersebut di atas, yaitu tentang "Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup". Apabila pembicara, memilih pendekatan emosional karena mengetahui hahwa pendengarnya bukan orang-orang terpelajar, maka salah satu uraianya dapat dilakukan seperti di ba wah ini.
"Pada saat ini saya' merasa berbahagia sekali berada di tengah-tengah, warga masyarakat desa ini. Kesempatan dapat bertemu seperti ini sudah lama saya tunggu. Bahkan saya sempat bermimpi-mimpi  berkumpul bersama-sama Saudara-saudara se kalian. Alhamdulillah, berkat kemurahan Tuhan akhirnya datang juga kesempatan un tuk bertatap muka dalam pertemuan yang semarak ini. Betapa tidak bahagia?
”Dari jauh saya sudah mendengar bahwa warga desa ini sangat rukun. Semuanya mempunyai kesadaran yang tinggi dalam memelihara dan membangun lingkungannya. Hasilnya dapat kita lihat dengan nyata. Ke butuhan air tercukupi sepanjang tahun, ka rena masyarakat sekitar daerah ini pandai rnenjaga ,hutan sebagai sumber air. Hutan dipelihara dalam arti tidak tampak kerusa kan-kerusakan yang berarti. Untuk itu saya ucapkan terima kasih.   Lebih terima kasih lagi bila……….”

Penutup Pidato.
Penutup pidato merupakan bagian yg amat penting, karena apa yang terakhir di katakan pembicara biasanya lebih mudah dan lebih lama diingat oleh pendengar. Se- lain itu kesan terakhir penampilan pembicara juga "terekam" dalam angan-angan pendengar. Oleh karena ltu, pembicara harus berhati-hati memilih cara penutupan pidato yang tepat, sebab ketidak tepatan me milihcara penutupan pidato dapat merusak keseluruhan pidato yang mungkin sudah baik. .
Cara menutup pidato cukup banyak. Pembicara dapat memilih salah satu cara 1tu. Tentu saja harus disesuatkan dengan situasi dan kondisi acara. di bawah inidikemukakan beberapa cara.penutupan pidato.
1. Menutup pidato dengan mengemukakan Rangkuman.atau kesimpulan dari  seluruh isi pidato.,
Menutup pidato dengan cara ini- ngat lazim dilakukan oleh pembicara, sebab selain tidak sulit juga dapat dipakai sebagai pemantapan bagi pemahaman para pendengar. Contohnya seperti dibawah ini.
"Memang tidak tertutup kemungkinan bahwa gagasan yang saya kemukakan ini berbeda dengan gagasan Saudara masing-masing, karena Saudara-saudara samua adalah pemikir-pemikir yang telah lama mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Namun saya yakin betapapun besarnya perbedaan itu pasti ada kesamaannya. yaitu kita semua pasti setuju apabila mutu pendidikan di tingkatkan. . ……………….”. 
Inti dari pidato itu.ialah meningkatkan mutu pendidikan selain seperti contoh diatas pembicara juga dapat menutup pidato seperti dibawah ini:l.
"Saudara-saudara -yang berbahagia, akhirnya kita sampat pada kesimpulan dari semua yang telah saya kemukakan, yaitu:
1………………….
2………………………
3………………………
4………………………
2. Menutup Pidato Dengan Mengutip Kata-kata terkenal,baik berupa motto, kata-kata mutiara, maupun pribahasa. Contoh-contoh seperti dibawah ini:
    Tekat kita mengabdi kepada pendidikan tidak akan lekang oleh panasdan tidak akan lapuk oleh hujan. Atau “dalam menghadapisituasi semacam ini kita harus kompak, ingat bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”


3. Menutup pidato dengan mengemukakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pidato tersebut. Contohnya sepertl di bawah Ini.
 "Sukses hanyalah dapat dicapai dengan kerja keras, disiplin dan tekad yang kuat” degankerja keras. disiplin dan tekad yang kuat".  adalah prinsip-prinsip.Jadi tidak sekedar rangkuman dari isi pidato..
 4.Menutup pidato dengan mengemukakan , cerita singkat yang menarik.Cerita yang dipilih tentu saja yang ada hubungannya dengan isi pidato.
    Menutup'pidatodengan cara'seperti ini memang kurang lazim, namun ada juga yang meng- gunakan cara ini. Contohnya seperti di bawah ini.
   Pada suatu malam yang, gelap, dua ekor katak telah terjatuh pada'sebuah panci besar berisi susu. Setelah beberapa jam kedua katak itu berusaha keluar panci dan selalu gagal, maka katak yang agak besar berkata kepada katak yang agak kecil. "Saya tidak akan melanjutkan usaha ini Saya menyerah dan akan mengakhiri hidup sara di dasar panci berisi susu yang nyaman ini Katak kecil tidak menghiraukan ucapan ka-tak besar, dan dia terus meloncat berusaha keluar panci. Beberapa saat kemud!an, secara tidak sengaja susu yang diaduk-aduk oleh katak yang meloncat-loncat .1tu mengental menjadi mentega. Oleh karena susu kental dan keras, maka katak kecil dapat keluar dart panci dan selamat, tidak seperti katak besar yang sudah terlanjur mati. Nah, adik-adik kalau saya setuju memilih seperti yang dilakukan oleh katak kecil itu. Anda tentunya sependapat dengan saya".
   Carita diatas dipergunakan untuk menutup pidato apabila isi pidato menekankan pada usaha yang sungguh-sungguh.
5. Menutup pidato dengan mengemukakan pujian kepada hadirin.
    Hal ini dilakukan pembicara untuk me ninggalkan kesan yang baik kepada pendengarnya, karena cara ini dapat menimbulkan suasana bersahabat. Contohnya seperti di bawah inl.
    "Saya sangat terkesan dan sungguh-sungguh berbahagia berhadapan dengan saudara-saudara yang ramah sangat ,menghargai tamu.Belum pernah situasi semacam ini saya temukandi tempat lain.Mudah mudahan pada kesempatan lain kita dapat bertemu kembali……”
6. Menutup pidato dengan mengemukakan ajakan.
    Menutup pidato '.dengan cara ini tidak sulit, dan memang sering dipergunakan orang Contohnya seperti .di bawah ini”agaknya uraian dan contoh-contoh yang saya sampaikan tadi sudah jelas bagi kita bahwa sampah selain menimbulkan pandangan yang mengjijikkan, bauk taksedap juga sumber penyakit.. Karena itu marilah ki ta perangi sampah. Kita jaga lingkungan hi dup kita dari sampah-sampah yang berserakan. Semua sampah kita buang di tempat yang sudah disediakan atau musnahkan. Pekerjaan ini tidak berat asal kita semua mau melakukannya.' Menjaga keberslhan amat mudah, tetapi hasilnya waaah".
Kapan pembicara sudah harus mengakhiri pidatonya? Dengan kata lain, berapa jam atau berapa manit waktu berpidato Itu hingga pembicara sudah harus menyampaikan penutup pidato? ukuran yang pasti mengenai waktu berpidato ini tentu tidak dapat diberikan. Suatu suku bangsa di Benua Afrika, misalnya, mempunyai kebiasaan untuk menentukan lama orang berpidato diukur dengan lamanya berdiri dengan satu kaki Bila orang sudah merasa lelah berdiri dengan sebelah kaki, pertanda bahwa pembicara harus segera mengakhiri pidatonya.
Ukuran seperti di atas tentu tidak dapat dipakai sebagai patokan. Sebab lamananya' Orang'berpidato sangat ditentukan oleh banyak faktor, yaitu tujuan pidato, luasnya masalah, pembicara, pendengar, suasana.- tempat, dan mungkin juga faktor lain.
Suatu pidato mungkin dikatakan terlalu lama, dan pidato yang lain mungkindi katakan terlalu sebentar meskipun jumlah waktu yang dipergunakan relatif sama. Suatu pidato dikatakan terlalu lama apabila pendengarnya sudah mulai bosan, lelah, lapar, tidak ada minat dan sebagainya. .Pidato dikatakan sebentar atau dianggap sebentar bila pendengar masih tertarik,dan ingin pembicara meneruskan pidatonya. Jadi'dalam hal ini soal berapa jam atau berapa menit tidak menjadi soal. Meskipun demikian, waktu berpidato 15 sampat 30 manit di anggap sudah memadai, atau bahkan boleh dikatakan sudah terlalu lama.
Sehubungan dengan soal waktu mengakhiri pidato ini, sebaiknya pembicara se- gera.menghentikan pidatonya sebelum pendengar menghendaki agar pembicara turun.. Perasaan jemu dari pendengar akan segera tiba setelah tercapai puncak kepuasaan terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara.Karena itu pembicara harus tanggap terhadap reaksi para pendengarnya, agar pidatonya tidak dinilai terlalu panjang dan membosannkan..
PETUNJUK PRAKTIS
Sebagai petunjuk praktis, disampaikan anjuran gebagai berikut :
1.      Bersiaplah selalu dengan pidato dengan susunan dan kerangka yang logis serta sistimatik
2.      Tunjukkan keberanian tampil untuk berpidato.
3.      Bila waktunya telah tiba, silahkan ke mimbar dengan sikap tidak ragu-ragu, dengan tenang dan tidak meninggalkan sopan santun.
4.      Sebaiknya tidak tergesa-gesa memulai berpidato, melainkan sambil menenangkan pikiran, lepaskan pandangan kepada seluruh hadirin daD ruangan, antara lain dengan maksud mengukur tekanan suara.
5.      Mulailah berpidato dengan suara tenang dan sikap tenang.
6.      Gunakanlah gerak-gerik tangan dan mimik yang sesuai dengan isi dan semangat pidato, tapi jangan berlebihan sehingga membosankan.
7.      Jika kelihatan perhatian agak menurun, berusahalah menyelipkan kata-kata yang lucu (humor) untuk mengembalikan perhatian, tapi jangan berlebihan sehingga merupakan lawak.
8.      Jangan menggunakan sikap badan dan suara yang dibuat-buat.

PENUTUP:
Seni berpidato atau disebut juga dengan retorika, tidak bisa lahirt dengan begitu saja ia memerlukan  pengetahuan dan latihan latihan secara intensif. Langkah langkah untuik menjadi seorang retorik  ada tiga tahapan pokok yang harus dilalui, yaitu  :
Tahap pesiapan
Tahap Penyajian
Tahap eveluasi
Pada tahap persiapan ini menyangkut mencari bahan, mengolah bahan bahan menjadi pesan yang akan disampaikan sehingga berbentuk nasakah dan setelah dianggap cukup naskah itu baru setelah itu diperlukan latihan, menyampaikan ( berpidato)  secara berulang ulang dan selanjurnya baru  dilaksanakan penyajian sebenarnya didepan publik. Setelah penyajian, kita haus mengevaluasi bagaimana penampilan tadi apakah sempurna atau masih perlu di perbaiki, termasuk pesan yang disampaikan.
Demikianlah secara ringkas  diuaraikan tentang Seni berbicara di depan umum, semoga ada menfaatnya bagi pembaca. Terakhir penulis menyadari bahwa tulisan ini  belumlah sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA :
1.      Bormann, Ernest G dan Bormann, Nancy C, Retorika : Suatu Pendekatan Terpadu, Erlangga , Jakarta , 1989;
2.      Machfoedz,Mas’ud dan Machfoedz, Mahmud, Komunikasi Bisnis Moderen untuk Mahasiswa dan Profesi,  BPFE, Yogyakarta, 2004/2005
3.      Effendy , Onong Uchjana, Komunikasi : Teori dan Praktek, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004
4.      Rakhmad, Jalaluddin, Retorika Moderen : Pendekatan Praktis, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004
5.      Rousydiy,T.A.Lathief, Dasar Dasar Retorica, Komunikasi dan Informasi, Firma Rimbow, Medan, 1985

Padang,   Agustus 2010

Drs.Arsal Bam
Pembina Utama Madya Nip.050053877